Aku seorang ibu. Profesi yang menuntut untuk terus belajar tentang dunia anak. Nggak perlu ilmu tinggi untuk tau bahwa dibalik seorang manusia hebat ada kecerdasan seorang ibu. Tapi ternyata, untuk menjadi seorang manusia tangguh, anak – anak kita lebih membutuhkan keajaiban ayah mereka!
Islam sejak awal telah memberi isyarat tentang pentingnya ayah dalam proses pembelajaran anak melalui sistem patriarchy (garis keturunan pria) yang dianut, dimana seluruh manusia membawa nama ayah mereka dibelakang namanya (contohnya Fulan bin Fulan dan Fulanah bin Fulan). Secara tidak langsung, Islam menitikberatkan tanggung jawab atas pendidikan anak dipundak para ayah. Sang ayah akan dengan sendirinya merasa bertanggung jawab atas pendidikan dan perilaku keturunannya karena mereka membawa namanya kemana-mana, bahkan sampai mati. Jika kelakuan anaknya buruk, bukankah namanya juga yang akan dicap buruk? Nah, pikirin deh.
Kenapa musti dipundak ayah? Beberapa kali aku sempet baca artikel yang membahas kenapa dunia anak sangat butuh manusia bernama AYAH. Para ahli tampaknya sudah menemukan alasannya. There’s more to Dads than you knew…
DADs, the hard ware
Para ahli menemukan bahwa secara fisik para ayah tidak kalah cangihnya dengan para ibu jika menyangkut hal – hal mengurus anak. Prof. Katherine W. Edwards (Biolog di Queen’s Univ., Kanada) mengemukakan bahwa pada minggu – minggu awal kelahiran seorang bayi, tampak adanya perubahan hormonal dalam diri ayah. Hormon testosterone (male hormone) nya akan menurun, sementara hormon oestrogen dan prolactin (female hormone) nya akan meningkat.
Dr. james Swain (Assisten professor di Yale Child Study Center, Kanada) menemukan bahwa aktivitas otak ayah tidak kalah dengan ibu dalam bereaksi terhadap tangisan bayi mereka. Bahkan pada saat penelitian 80 % responden ayah berhasil dengan baik membedakan tangisan bayinya dari tangisan bayi lain..
Prof. Ross Parke (Psikolog di Univ. of California, Riverside) menyatakan bahwa semula kita mengira hanya para ibu yang secara hormonal siap menjadi orang tua dan para ayah akan secara kultural belajar mengikuti, ternyata sejak awal para ayah juga telah memiliki bekal biologis yang terbaik untuk menjadi orang tua.
Nah, dari beberapa pendapat para pakar diatas bisa disimpulkan bahwa para ayah pun punya modal dasar good parenting. Saat seorang lelaki menjadi ayah, sebetulnya mereka telah dibekali hard ware yang cukup untuk siap ngemong anaknya. Mereka pun punya ’equipment’ terbaik untuk bisa menyelami dan mengenal pribadi anak-anaknya. Berarti anggapan ‘gue laki-laki, udah dari sononya ga bisa ngurus anak’ adalah basi banget, so out of date! Masalahnya sekarang, akankah potensi positif hard ware ini digunakan?
DADs Style, DADs way..
Umumnya para ibu ngeri untuk meninggalkan balita dirumah dengan hanya diawasi ayahnya. Biasanya karena para ibu kurang percaya dengan kemampuan dan cara ayah dalam mengawasi dan mendidik anak. Padahal, ada manfaat rahasia dibalik cara – cara unik mereka dalam mendidik buah hati kita.
Fakta menunjukkan bahwa Dads have a different parenting style from Mums. Dimana para ibu cenderung membuat anaknya teratur, manis dan tenang, sebaliknya para ayah lebih suka membangkitkan semangat, menantang nyali dan menstimulasi aktivitas (motorik kasar dan motorik halus) mereka. Dengan insting lelakinya para ayah akan mendorong anak – anak untuk lebih berani mengambil resiko, hal yang jarang sekali dilakukan para ibu. ‘Mothers tend to think of nurturing as protecting and holding on to the child. What fathers do particularly well is promote children’s independence and let go in a loving way’ (Prof. Andrea Doucet, Sosiolog di Carleton Univ.- Kanada, penulis buku Do Men Mother?).
Hasil studi menunjukkan bahwa balita yang sering ngobrol dengan ayah yang menggunakan beragam kosa kata mengalami stimulasi positif terhadap perkembangan lingualnya, mereka memiliki perkembangan lingual yang jauh lebih baik. Studi ini juga menemukan bahwa keragaman kosa kata ibu tidak menunjukkan efek yang signifikan terhadap kemampuan lingual anak tadi. Diduga hal ini ada hubungannya dengan kegemaran para ayah melucu dalam menyampaikan sesuatu (Nadya Pancsofar – Research assistant, Frank Porter Graham Child Development institute, Univ. of North Carolina (UNC) dan Prof. Lynne Vernon Feagans, UNC).
Sebuah penelitian yang saya baca menyebutkan bahwa pada umumnya para ibu menggendong anak – anak mereka dengan posisi menghadap kedalam dan lebih melindungi sang anak, sementara para ayah lebih cenderung menggendong dengan posisi anak menghadap keluar, mempersiapkan mereka untuk lebih berani menatap hidup tulis Jim Plouffe yang merupakan Editor-in-chief majalah Reader digest asia pada kolom letter from the editor majalah Reader digest asia bulan Juli 2008.
Dengan keajaiban rasa cinta seorang ayah, mereka akan membentuk anak – anak yang lebih berani dan mandiri.
When DAD get involves
Berdasarkan pengalaman 18 tahun mengamati anak dan akademisnya, Marie–France Leclerc seorang guru di French-Immersion primary school (sebuah sekolah dasar) menyatakan bahwa anak-anak dengan ayah yang peduli dan berpartisipasi dalam kegiatan akademis anak tampak memiliki lebih banyak nilai A, mereka juga lebih bisa menikmati pergaulan disekolah dan lebih aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler sekolah.
Sebuah ringkasan hasil penelitian (research summary) dari University of Guelph yang dipublikasi pada tahun 2002 menyatakan bahwa anak – anak yang aktif distimulasi oleh ayahnya sebelum usia tujuh tahun tampak lebih popular disekolah, lebih bisa bergaul dengan teman dan lebih bisa menyalurkan empatinya.
Penelitian tersebut juga melaporkan bahwa remaja yang memiliki ayah yang peduli, 80% lebih sedikit kemungkinan masuk penjara dan 75% lebih sedikit kemungkinan untuk hamil diluar nikah.
Dengan kata lain, partisipasi aktif para ayah menggali dan meningkatkan potensi positif yang terpendam pada anak, para ayah cenderung membiarkan anak belajar dari pengalaman yang ada, bahkan kadang kala membiarkan mereka berbuat kesalahan agar bisa memetik hikmahnya.
Dari bahasan diatas tampak para ahli mengakui bahwa kuatnya pengaruh keajaiban para ayah atas keberhasilan anak telah memaksa pembaharuan konsep parenting yang selama ini dianut. Sekarang lebih disadari bahwa ayah memiliki peran khusus yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, yang sangat berbeda dengan peran ibu. Para ayah hadir untuk menantang potensi positif anak – anak, menunjukkan pada mereka berbagai cara alternatif untuk mengatasi masalah dan mengajarkan cara pandang yang berbeda terhadap kehidupan.
Menjadi orang tua adalah membentuk sebuah tim solid, dimana para ibu mewariskan budaya untuk mengisi hidup dengan hal yang baik dan para ayah akan mengajarkan tata cara untuk bertahan hidup.
To all of you – fathers – out there, you are NOT part time mothers, you are full-time fathers, and our kids need both. Way to go Dads!
August 17, 2008 – 02:14 am
With many thanx to :
Claudia Cornwall for the inspiring article “The Dad Effect”.
Jim Plouffe and the Reader Digest Mags super team.
Mohammad Fauzil Adhim for the beloved book “Positive Parenting”
Teddy Herawan for the magazine loan.
Recent Comments